CILANGKAHAN – Ribuan massa aksi Front Aksi Cilangkahan (FAC) mulai memadati kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta, sejak pukul 07.00 WIB pagi ini. Rabu, 31 Juli 2024.
Mereka akan melakukan longmarch menuju kawasan Patung Kuda untuk menyuarakan tuntutan pengesahan Rancangan Undang-Undang Daerah Otonomi Baru (RUU DOB) Kabupaten Cilangkahan disyahkan menjadi UU DOB Cilangkahan.
Massa aksi berasal dari berbagai wilayah di Kabupaten Lebak bagian Selatan. Mereka datang ke Jakarta menggunakan kendaraan bus sebanyak 35 unit serta mini bus, dan ratusan kendaraan pribadi.
Berbagai unsur masyarakat terlibat dalam aksi ini, mulai dari masyarakat biasa, pemuda, tokoh masyarakat, hingga tokoh agama.
Aksi ini adalah bagian dari upaya masyarakat Lebak Selatan untuk mendapatkan status otonomi baru bagi wilayah Cilangkahan. Mereka berharap dengan adanya aksi ini, pemerintah segera mengesahkan RUU DOB Cilangkahan.
Jendral Lapangan FAC, Rafik Rahmat Taufik meminta para massa aksi untuk menjaga kondusifitas dan tak merusak fasilitas negara.
“Saya menghimbau kepada semua masa aksi harus tetap bisa menjaga kondusifitas, dan jangan sampai merusak pasilitas yang ada di wilayah sekitaran aksi,” katanya.
Selain itu Rafik juga mengintruksikan agar generasi muda berada dalam barisan paling depan saat melakukan longmarch.
Sementara itu dalam keterangan tertulis, Ketua Umum BAKOR Pembentukan Kabupaten Cilangkahan, Herry Djuhaeri mengatakan, masyarakat menuntut RUU DOB Kabupaten Cilangkahan disahkan sesuai dengan Ampres Nomor: R-13/Pres/02/2014.
Ampres tanggal 27 Februari 2014 yang ditandatangani oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono ini, memuat 22 Rancangan Undang-Undang (RUU) pembentukan provinsi, kabupaten dan kota.
Lanjut Heri, aksi damai dan bermartabat ini dilakukan karena warga Banten Selatan merasa termarjinalkan.
“Kemiskinan, pengangguran, pendidikan, dan kesehatan adalah isu-isu yang terus dihadapi oleh warga yang berjarak sekitar 250 km dari Kota Rangkasbitung, sebagai ibu kota Kabupaten Lebak,” katanya dalam keterangan tertulis.
Padahal kata dia, potensi sumber daya alam Lebak Selatan sangat besar. Mulai dari tambang, pertanian, hasil perikanan laut, pantai bahari dari ujung Binuangeun-Cilograng, maupun potensi destinasi wisata lainnya ada di Lebak Selatan.
“Kami meyakini Kabupaten Cilangkahan akan mampu mandiri dan maju di berbagai sektor pembangunan,” ujarnya.
Wilayah Lebak Selatan semenjak masih menjadi bagian dari Provinsi Jawa Barat hingga terbentuknya Provinsi Banten pada tahun 2000, kemiskinan dan keterbelakangan masih menjadi persoalan utama.
Heri menjelaskan bahwa perjuangan Bakor PKC untuk mewujudkan DOB Cilangkahan sudah dilakukan sejak 20 tahun lalu.
Bahkan hampir 24 tahun sejak Kabupaten Lebak masih merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat.
Setelah Provinsi Banten terbentuk, perjuangan ini tetap berlanjut namun belum membuahkan hasil.
Herry Djuhaeri menegaskan bahwa keinginan masyarakat Lebak Selatan untuk berpisah dari Kabupaten Lebak bukan untuk kepentingan kelompok tertentu atau elit lainnya.
“Perjuangan Bakor Cilangkahan adalah murni keinginan masyarakat karena rentang kendali pemerintahan terlalu jauh,” paparnya. (CUS/Red)